Minggu, 31 Mei 2009

Ibuku Ngenger

Hasrat ingin memperbaiki nasib maka ibuku sekolah di Sekolah Rakyat di Bojonegoro, maka iapun berpisah dengan simbok ikut buleknya yang ada di kota. Konsekuensinya ikut orang lain ya harus bekerja keras bangun pagi melaksanakan pekerjaan dapur ya adang dengan pawon kayu, cuci baju dari saudara-saudara misannya, sore momong. Buleknya itu mempunyai banyak anak ada delapan tapi pada waktu itu masih tiga orang.
Selepas lulus SR ibuku sekolah lagi ke Tuban di Sekolah Guru B (SGB) juga ngenger kepada Pak Ngaspiyo yang jadi pejabat pendidikan, kalau sekarang mungkin setingkat Kepala Dinas Pendidikan. Pak Ngaspiyo itu dari Sumberarum Dander. Ternyata yang ngenger kepada beliau banyak jadi walau rumahnya besar ya tidak terlalu berat pekerjaannya. Syukur kepada Allah ibuku lulus juga SGB. Yaah memang harus berusaha dengan keras kalau kita ingin mendapat keberuntungan.

Kamis, 28 Mei 2009

Ibuku Yatim Piyatu

Ibuku terlahir sebagai anak desa di Sumberarum Kecamatan Dander Bojonegoro, ketika aku masih kecil pernah diajak ke rumah simbah di sana itu, sangat sederhana sekali. Dinding terbuat dari gedheg tanpa jendela reng-usuk penyangga gentheng juga dari bambu disangga oleh beberapa saka dari kayu jati, lantai melulu tanah. Didalam rumah terlihat gelap karena itu tadi tanpa jendela dan tidak ada penerangan listrik.
Aku pernah menangis ketika aku sedang mandi di kiwan yang terbuat juga dari gedhed di bawah pohon kelapa di tepi sungai, tiba-tiba ada kaki seribu masuk. seketika aku menjerit dan ayahku berlari menolong aku.
Menurut cerita ibuku adalah anak yatim sejak kecil karena ayahnya yang juga kakekku meninggal dalam pertempuran di daerah Kepanjen Malang jaman perang kemerdekaan yang kedua. Ketika kelas enam sekolah rakyat di Bojonegoro ibuku jadi yatim piyatu karena ibunya yang juga nenekku meninggal dunia di Sumberarum Dander Ia pulang jalan kaki dari Sumbang Kota Bojonegoro ke Sumberarum sekitar 14 km sungguh luar biasa.